Entri terakhir: untuk Yoana Vennezia

Image
Waktu itu tak berujung. Kita hidup di satu masa. Awalnya, lagu Akad oleh Payung Teduh terasa tidak relevan, setidaknya bagiku. Maksudnya, terlalu banyak muda-mudi kebelet nikah yang dengan sengaja meneriakkan lagu itu ke telinga orang. Memang, musiknya mudah didengar dan ringan. Tapi, kupikir liriknya tidak sekuat lagu Untuk Perempuan yang Sedang di Pelukan. Tapi, hari ini, lagu Akad seperti tiba-tiba merasuki aku. Tapi, aku gak menye-menye; aku tidak kebelet nikah, aku tetap sama. Tapi, entah mengapa lirik yang ringan itu cocok untuk meningat kamu, Yo. Aransemen musiknya tidak menyedihkan, tapi menyenangkan. Mungkin, sudah seharusnya itu yang aku, Tane, Iki dan yang lain rasakan. Kami gak perlu sedih soal kepergianmu itu. Kami, seharusnya, mengingat hidupmu itu, Yo. Hidupmu itu layak kami apresiasi setinggi-tingginya. Kamu sudah bantu aku berubah. Tahu gak? Aku gak pernah nangis di pemakaman, Yo. Tapi, kemarin aku seperti tidak kenal siapa aku. Dinding dan tampilan tangguh ya

Big Ben Punya Janji

Gue yakin, setiap orang pernah merasakan yang namanya cinta pertama. Yaaa meski ceritanya belum tentu indah tapi pasti memorable. Beberapa pasangan pernah mengucapkan kata-kata yang terus diingat. Biasanya sih kisah cinta pertama terjadi di masa-masa indah, masa ketika kita masih menjadi anak polos, SD, SMP, dan mungkin ada juga yang di SMA.

Jujur, otak gue bego dalam hitung-hitungan. Matematika, fisika, kimia dan segala jenisnya yang bikin gue bengek. Tapi setahu gue, gak ada ilmu fisika yang bisa mendefinisikan cinta, sama seperti apa yang Albert Einstein bilang;

“No, this trick won't work... How on earth are you ever going to explain in terms of chemistry and physics so important a biological phenomenon as first love?” 

Lalu kisah gue seperti apa?

Kisah gue berawal di tahun 2009 silam. Kala itu, secara resmi seragam gue level up, dari warna putih-merah menjadi putih biru. Kesan hari pertama? AWKWARD!

Gimana enggak? Pas pertama masuk ruangan, semuanya langsung liatin gue! Dari bawah sampai atas. Tentu, ini bikin gue jadi kikuk, awkward. Meski begitu, ada suatu kejadian yang bikin hari gue jadi memorable.

“I met her that day”

Dia, gadis sipit yang mengubah segalanya. Hal yang pertama ia tanyakan adalah mengapa jidat gue lebar, pertanyaan kampret :)) Dengan enteng gue jawab;

“Ini dari pabriknya”

Seketika itu dia dan teman sebangkunya ngakak. Lo tau? I think I fell in love at the first sight. Setelah pandangan pertama, gue gak bisa berhenti memandang dia, dari kursi belakang.

Ini kali pertama gue jatuh cinta.. rasanya itu udah kayak skydive tanpa parasut. Lo tahu ini berbahaya, tapi tetep lo lakuin karena percaya bahwa cinta bakal nyelamatin lo. Lo juga tahu bahwa ini hanya ada dalam imajinasi.

Hari demi hari berlalu, kemudian bulan silih berganti. Dia dan gue makin deket. Hal yang bisa dibilang bahagia gue alami, pun kejadian yang bisa bikin anak umur 13 tahun diem bego karena sakit hati. Gue sempet ditinggal demi cowok lain.

Ceritanya, gue modusin dia pas siang hari, waktu itu gue lagi beli gorengan di warung depan rumah. Tiba-tiba dia balas sms, “kamu jangan deketin aku lagi, aku udah pacaran.”

Jleb! Tanpa sadar, gorengan yang udah gue beli berjatuhan perlahan.. Dunia seakan berhenti. Dalam hati berkata, “gorengan kini tak lagi berarti…”

Seminggu kemudian dia sms gue, nanyain kabar. Sebagai cowok yang punya harga diri gue balas, “Ngapain sms? Kan lo udah ada dia?” Dia marah, kemudian ngejelasin kalo dia udah putus.

Akhirnya, kami jadian. Nggak lama, cuma 3 bulan. Dan diisi dengan ketidakdianggapan (kata baru nih). 
Pernah sekali dulu ada acara nonton film di sekolah, dia asyik sama temennya sementara gue duduk sendirian. Pulang pun gak dikenalin ke temennya, gue cuma bisa pulang sendiri… Menatap langit lewat jendela angkot.

Sehabis putus, gue dapet informasi dari temen bahwa waktu itu gue diterima karena kasihan. APAAN NIH?! Seharian gue galau, cuma bisa jadi kambing conge ngedengerin guru yang ngejelasin di depan. Gue berusaha menjadi tegar, meski gak bisa main ukulele.

Kemudian gue berpikir, bahwa kalo mau skydive harus pake parasut. Cinta gak bisa diandalkan.

Tapi, tahun 2011, tepatnya pada tanggal 11 November, gue dan dia jadian lagi. Kali ini karena masih punya perasaan satu sama lain. Gue sama dia punya mimpi yang sama, yaitu tinggal di Inggris. I dunno, I guess we just love UK! Perumahannya, Buckingham Palace, Harry Potter, and of course, Big Ben!

Kami sempat berucap janji untuk bertemu di bawah menara tua itu. Ahh.. Mungkin hari ini, hal tersebut tak bisa disebut janji, melainkan mimpi.. Mimpi dua bocah naïf.

“Tapi, naïf atau tidak, besar atau kecil, mimpi harus tetap diperjuangkan.”

Setelah itu, kami berjan- bermimpi, untuk nonton bareng selama 7 hari full menonton film Harry Potter (tapi bukan dari pagi sampe malem juga kaleee). Hari pertama berarti film pertama, kedua film kedua, dan seterusnya. Terkesan biasa aja? Jangan salah, kami bermimpi nonton film di dalam bioskop dan bareng SEMUA pemain film Harry Potter!!

Kemungkinan cinta monyet untuk langgeng itu kecil banget. Betul aja, gue dan dia putus di tahun 2012. Cukup singkat memang, dan yang lebih menyedihkan, pertengahan tahun 2012 kami dipisahkan oleh seragam baru. Beda sekolah.

Bulan Mei 2014, gue akhirnya bisa bertemu lagi sama dia, di suatu acara kumpul-kumpul teman lama. Gue 
udah sengaja beliin dia miniatur Big Ben. Dia seneng banget ketika nerima miniatur yang gak begitu mahal ini. Pas temen-temen lagi sibuk-sibuknya, kami akhirnya punya kesempatan untuk bercakap:

Gue   : “Oiya, gue belum ngasih tahu ke lo nih kenapa gue beliin miniatur.”

Dia    : “Lagian tadi malu atuh sama anak-anak. Yaudah sok sekarang, tapi bukan sogokan untuk balikan kan?” (Wuanjir!)

Gue   : “Meh ya bukanlah.”

Dia    : “Ya terus?”

Gue   : “Lo inget kan dulu kita pernah janji, well, mimpi untuk ketemu di bawah jam tua Big Ben?”

Dia    : “Hm” *Sambil ngangguk”

Gue   : “Kita gak pernah tahu apa yang bakal terjadi sama “kita” dalam beberapa tahun ke depan, kan? Kita juga gak pernah tahu kan, kita bakal tinggal dimana nanti 5-10 tahun ke depan? Terlebih lagi, kita gak tahu juga kan apa mimpi kita bakal kesampean atau enggak? Nah, oleh karena itu, gue sengaja beliin lo, lo pegang satu, gue juga satu. Sebagai pengingat bahwa apabila salah satu dari kita, atau bahkan kita berdua (amin!), bisa pergi dan bahkan tinggal disana, kita bakal inget satu sama lain. Inget bahwa dulu kita pernah mengucap janji dan saling bermimpi. So, ini bukan sogokkan buat balikan kok.”


Kemudian, dia tersenyum malu.




Comments

Popular posts from this blog

As a Good Friend..

Into the Citylight

Angin-angin Keparat